UU Ketenagakerjaan dibuat untuk menciptakan suasana bisnis yang kondusif, baik dari sisi karyawan ataupun dari sisi perusahaan. UU ini memuat berbagai ketentuan yang menjadi hak dan kewajiban setiap pihak yang menjadi bagian dari perusahaan. Negara memahami betul bahwa tenaga kerja wajib mendapat perlakuan yang sesuai sehingga bisa bekerja dengan optimal. Begitu juga dengan perusahaan, regulasi ini juga dibuat agar perusahaan dapat menjamin karyawannya dengan tepat sesuai melalui perhitungan yang telah dilakukan, serta bisa terus melakukan produksi dengan berkelanjutan.
Meskipun banyak sekali hal-hal yang dimuat dalam UU Ketenagakerjaan, tidak jarang pada prakteknya ditemukan pelanggaran atau penyelewengan. Hal ini terjadi karena pada beberapa bagian UU tersebut masih terdapat ???celah??? yang bisa dimanfaatkan oleh pihak tidak bertanggung jawab untuk mengambil keuntungan lebih besar dengan tidak memberikan hak sesuai dengan kesepakatan. Untuk itulah isi dan bagian dari UU Ketenagakerjaan senantiasa direvisi dan dilakukan penyesuaian agar setiap pihak bisa mendapat hak dan kewajiban sesuai porsinya.
Beberapa revisi terbaru telah ditetapkan dan disahkan, diantaranya adalah sebagai berikut.
-
Terkait Pemutusan Hubungan Kerja Karena Ikatan Perkawinan atau Hubungan Darah
Dalam UU Ketenagakerjaan terdapat pasal yang mengalami perubahan yang berkaitan dengan aturan pemutusan hubungan kerja yang tidak boleh dilakukan oleh perusahaan atau pengusaha. Pemutusan hubungan kerja ini dituliskan dalam pasal 153 ayat 1 huruf f. Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa pemutusan hubungan kerja tidak boleh dilakukan oleh perusahaan dengan alasan adanya ikatan perkawinan atau hubungan darah pada karyawan di dalam satu perusahaan yang sama, kecuali telah sebelumnya disepakati dalam nota tertulis seperti Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.
Sebenarnya pasal tersebut dinilai sudah baik, namun pada bagian pengecualian ketika terdapat kesepakatan, masih memungkinkan pengusaha untuk melakukan pemutusan hubungan kerja jika memang sudah diatur sebelumnya. Berdasarkan regulasi terbaru yakni putusan MK Nomor 13/PUU-XV/2017, bagian ini dibatalkan sehingga kini perusahaan benar-benar tidak dapat melakukan PHK dengan alasan adanya ikatan perkawinan atau hubungan darah pada karyawannya.
-
Terkait Perubahan Status Perjanjian Kerja Waktu Tertentu atau PWKT
Pada peraturan yang berlaku sebelumnya, perjanjian kerja waktu tertentu hanya boleh dilakukan sebanyak satu kali dalam kurun waktu 2 tahun atau 24 bulan. Terdapat 3 pasal utama yang mengatur mengenai hal ini dan memiliki frasa ???demi hukum??? didalamnya, yakni Pasal 59 Ayat 7, Pasal 65 Ayat 8, serta Pasal 6 Ayat 4. Beberapa perusahaan dan pengusaha ternyata ada yang menafaatkan frasa ???demi hukum??? untuk keuntungan pihaknya saja. Oleh sebab itu dengan putusan MK nomor 7/PUU-XII/2014 frasa yang sering disalahgunakan ini resmi dihapus. Saat ini, buruh atau karyawan yang berstatus sebagai pekerja kontrak dapat mengajukan penetapan status menjadi pekerja tetap melalui proses hukum yang berlaku. Perubahan ini dinilai bisa memberikan keadilan bagi karyawan kontrak sehingga perusahaan juga bisa lebih mempertimbangkan kesejahteraan dan status karyawan dalam perusahaannya.
-
Penundaan Pembayaran Upah Minimum pada Karyawan
Ketentuan lain dalam UU Ketenagakerjaan yang juga ditinjau kembali adalah pada Pasal 90 Ayat 2. Pasal ini menjelaskan bahwa pengusaha yang tidak mampu membayar upah minimum seperti yang tertera pada Pasal 89 dapat melakukan penundaan atau penangguhan pembayaran upah tersebut pada karyawan. Pasal 89 sendiri membahas mengenai ketentuan upah minimum buruh atau pekerja berdasarkan wilayah kerjanya. Pasal 90 Ayat 2 ini dinilai banyak pihak tidak sejalan dengan UUD 1945 karena penentuan jumlah besaran upah minimum tersebut sudah diatur sedemikian rupa agar bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan setiap pekerja. Meski besarannya berbeda-beda, namun jumlahnya telah disesuaikan dengan harga barang pokok dan biaya hidup pada wilayah masing-masing. Pengusaha yang mempekerjakan karyawan atau buruh seharusnya telah memiliki perhitungan cermat sehingga penundaan pembayaran upah ini tidak boleh terjadi karena menyangkut hajat hidup orang banyak.
Pasal ini kemudian direvisi dengan disahkannya keputusan Mahkamah Konstitusi pada tahun 2015 lalu pada putusan MK nomor 72/PUU-XII/2015. Ini tentu menjadi kabar baik bagi setiap karyawan dan buruh karena kini pembayaran upah mereka harus dilakukan secara rutin dan secara hukum tidak boleh dilakukan penundaan oleh perusahaan.
Sebagai perusahaan dan pengusaha yang baik, tentu Anda wajib mengetahui peraturan dan regulasi terbaru terkait dengan UU Ketenagakerjaan. Pemahaman terhadap regulasi yang berlaku akan memberikan panduan pada langkah yang dilakukan perusahaan agar tidak melanggar hukum, serta dalam saat yang bersamaan menjamin terpenuhinya hak-hak setiap karyawan.
Sebagai aset dari perusahaan, karyawan harus selalu diperhatikan kesejahteraannya. Terlebih mengenai pembayaran gaji, tentu tidak boleh ada keterlambatan. Karena keterlambatan pembayaran gaji bisa menghambat kinerja karyawan dan menjadikan karyawan tidak produktif. Sistem pembayaran gaji atau payroll yang semakin canggih akan sangat memudahkan Anda. Dengan layanan seperti Sleekr, Anda bisa dengan mudah melakukan penghitungan upah, pembayaran dan pemotongan pajak sekaligus dalam satu waktu yang singkat.