Salah satu karyawan yang perlu Anda perhatikan juga adalah karyawan outsourcing. Karyawan dengan sistem ini memang sudah biasa diterapkan di banyak perusahaan. Karyawan outsourcing sendiri adalah karyawan kontrak yang dibayar perusahaan untuk melaksanakan kerja kontrak. Karyawan outsourcing biasanya disediakan oleh perusahaan alih daya yang menjadi penghubung dengan perusahaan pengguna jasa karyawan outsourcing.
Dalam aturan yang telah dibuat pemerintah, karyawan outsourcing?? hanya diperbolehkan untuk mendukung operasional perusahaan saja. Mereka hanya dipekerjakan untuk mengerjakan pekerjaan penunjang. Pekerjaan penunjang tersebut yaitu usaha pelayanan kebersihan, usaha penyediaan makanan bagi bagi pekerja/buruh, usaha tenaga pengamanan, usaha jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan, dan usaha penyedia angkutan bagi pekerja/buruh. Sayangnya, dewasa ini banyak perusahaan yang melanggar beberapa aturan mempekerjakan karyawan outsourcing. Apa saja bentuk pelanggarannya? Apakah hal tersebut membuat karyawan outsourcing menjadi sebuah pelanggaran UU Ketenagakerjaan? Simak penjelasannya berikut ini.
-
Ketentuan Umum Karyawan Outsourcing
Seperti yang sudah sedikit dijelaskan di atas, bahwa pekerjaan karyawan outsourcing dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama perusahaan, baik manajemen maupun kegiatan eksekusinya. Artinya, karyawan outsourcing dipekerjakan untuk mengerjakan tugas yang mendukung adanya tugas produksi perusahaan, bukan pekerjaan yang ada hubungannya langsung dengan produk perusahaan. ketentuan lainnya adalah karyawan tidak menghambat proses produksi secara langsung, artinya kegiatan tersebut merupakan kegiatan tambahan yang apabila tidak dilakukan oleh perusahaan pemberi pekerjaan, proses pelaksanaan pekerjaan tetap berjalan sebagaimana mestinya.
Kemudian diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 19 tahun 2012 tentang Syarat-syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain. Didalamnya terdapat peraturan mengenai perjanjian antara perusahaan yang memberi pekerjaan, perusahaan yang menyediakan karyawan outsourcing atau perusahaan alih daya, dan karyawan outsourcing itu sendiri. Salah satu aturan tersebut, yaitu pasal 29 menerangkan bahwa perjanjian kerja harus dilakukan secara tertulis dalam PKWT. Selain itu, di dalamnya harus memuat bahwa karyawan outsourcing berhak mendapat jaminan kelangsungan kerja, jaminan terpenuhinya hak-hak mereka sesuai PKWT, dan jaminan perhitungan masa kerja apabila terjadi pergantian perusahaan alih daya.
Selanjutnya, hak yang dimaksud tersebut berupa hak atas cuti jika sudah memenuhi syarat masa kerja, yaitu 1 tahun; hak atas jaminan sosial; hak atas tunjangan hari raya; hak istirahat minimal 1 hari dalam 1 minggu; hak menerima ganti rugi jika terjadi PHK bukan karena kesalahan mereka; hak atas penyesuaian upah; dan hak lain yang diatur dalam PKWT. Konsekuensi perusahaan yang tidak mencantumkan ketentuan tersebut akan membuat status PKWT berubah menjadi PKWTT. Dengan kata lain, karyawan outsourcing akan berubah status menjadi karyawan tetap. Selain itu, karyawan yang bersangkutan dapat melaporkannya kepada Pengadilan Hubungan Industrial.
-
Bentuk Pelanggaran Perusahaan
Melihat ketentuan di atas, sebenarnya perusahaan manapun yang sudah menerapkannya dengan baik berarti perusahaan tersebut tidak melanggar aturan di atasnya, yaitu UU Ketenagakerjaan. Sayangnya, dewasa ini banyak perusahaan yang mulai melanggar beberapa aturan di atas. Perusahaan cenderung akan mempekerjakan karyawan outsourcing untuk melakukan pekerjaan yang berhubungan langsung dengan proses produksi perusahaan. Alasannya tentu saja karena perusahaan mengeluarkan biaya yang rendah untuk mendapatkan manfaat sebesar-besarnya dari karyawan outsourcing. Gaji karyawan outsourcing dapat lebih rendah daripada gaji karyawan tetap. Itulah kenapa beberapa perusahaan nekat mempekerjakan karyawan outsourcing bukan untuk menunjang pekerjaan produksi namun untuk menjadi bagian dari proses produksi itu sendiri. Dalam hal ini tentu karyawan-lah yang akan dirugikan karena mereka digaji lebih rendah dari beban pekerjaan yang mereka kerjakan.
Kasus lainnya, perusahaan tetap menggunakan jasa dari perusahaan alih daya atau penyedia karyawan outsourcing meskipun perusahaan tersebut tidak mendatangkan hak-hak karyawan. Dan yang lebih ironisnya, perusahaan pemberi kerja juga tidak mendatangkan hak karyawan outsourcing dengan benar dan maksimal. Karyawan yang bersangkutan pun tidak bisa menuntut secara leluasa karena status mereka membuat laporan mereka dibatasi. Hal ini jelas melanggar UU Ketenagakerjaan karena merugikan karyawan outsourcing dengan tidak mendatangkan hak mereka.
-
Solusi yang Dapat Dicoba
Dari penjelasan diatas, kesimpulannya adalah melanggar UU Ketenagakerjaan atau tidak dapat dilihat dari cara pihak perusahaan mempekerjakan karyawan outsourcing. Apabila hak karyawan outsourcing yang ada dalam PKWT benar-benar diberikan, baik oleh perusahaan alih daya maupun perusahaan pemberi kerja, tentu mempekerjakan karyawan outsourcing tidak akan melanggar UU Ketenagakerjaan. Maka solusi yang paling tepat adalah bagaimanapun caranya perusahaan mampu memberikan hak para karyawan outsourcing dengan baik dan sesuai perjanjian. Selain itu, perusahaan juga harus konsisten pada aturan bahwa karyawan outsourcing dipekerjakan untuk mendukung proses produksi perusahaan. Jika memang perusahaan membutuhkan karyawan untuk bagian produksi, maka perusahaan harus mau dan mampu membayar mereka dengan status karyawan tetap.
Untuk mengelola karyawan perusahaan, Anda dapat memercayakannya pada sistem aplikasi karyawan yang memiliki fitur lengkap dan telah terintegrasi. Sleekr merupakan aplikasi HR yang dapat membantu Anda mengelola administrasi perusahaan dan karyawan lebih mudah, cepat, aman, dan nyaman. Sleekr juga dilengkapi dengan berbagai fitur lengkap, mulai dari absensi, cuti online, klaim online, hingga perhitungan payroll kapan dan di mana saja. Jadi, buat pekerjaan Anda lebih produktif dengan mendaftarkan perusahaan Anda di Sleekr sekarang!