Menjelang Idulfitri, THR menjadi sesuatu yang ditunggu-tunggu oleh para karyawan. Merupakan singkatan dari Tunjangan Hari Raya, THR adalah tunjangan non upah yang wajib dibayarkan oleh pengusaha kepada para karyawan menjelang Hari Raya Keagamaan.
Dalam hal ini, Hari Raya Keagamaan mengacu pada Idulfitri bagi karyawan beragama Islam, Hari Raya Natal bagi karyawan beragam Katolik dan Protestan, Hari Raya Nyepi bagi karyawan beragama Hindu, dan Hari Raya Waisak bagi karyawan beragama Buddha. Jadi, perlu digarisbawahi bahwa THR tak hanya diberikan kepada karyawan yang beragama Islam, tetapi juga karyawan seluruh agama.
Saat memberikan THR kepada karyawan, ada berbagai ketentuan cara hitung THR yang harus diperhatikan. Semua ketentuan mengenai pemberian THR karyawan telah diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Permenaker) No. 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Buruh/Pekerja di Perusahaan. Berikut penjelasannya.
THR wajib diberikan maksimal tujuh hari sebelum hari raya keagamaan. (Source: Unsplash)
-
Apa yang dimaksud dengan THR?
THR adalah hak pendapatan karyawan yang wajib dibayarkan oleh pengusaha kepada karyawan menjelang Hari Raya Keagamaan dalam bentuk uang. Dalam hal ini, Hari Raya Keagamaan mengacu pada Hari Raya Idul Fitri bagi karyawan beragama Islam, Hari Raya Natal bagi karyawan beragama Katolik dan Protestan, Hari Raya Nyepi bagi karyawan beragama Hindu, dan Hari Raya Waisak bagi karyawan beragama Buddha. Jadi, perlu digarisbawahi bahwa THR tidak hanya diberikan kepada karyawan yang beragama Islam saja, melainkan diberikan kepada karyawan seluruh agama.
-
Undang-undang yang mengatur tentang THR
Pemberian THR karyawan diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Buruh/Pekerja di Perusahaan. Peraturan ini menggantikan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.PER.04/MEN/1994.
Berdasarkan Permenaker No. 6/2016 tersebut, setiap orang yang mempekerjakan orang lain dengan imbalan upah wajib membayar THR, baik itu berbentuk perusahaan, yayasan, perorangan, atau perkumpulan. Dalam hal ini, upah adalah upah bersih atau upah pokok ditambah tunjangan-tunjangan tetap sesuai dengan Permenaker No. 6/2016 Pasal 3 Ayat 2. Pengusaha wajib memberi THR keagamaan kepada karyawan yang telah mempunyai masa kerja satu bulan atau lebih secara terus menerus. Peraturan tersebut berlaku pada seluruh karyawan dengan status kerja apa pun, baik karyawan tetap, karyawan kontrak, atau karyawan paruh waktu.
-
Waktu pemberian THR
Menurut permenaker No. 6/2016 Pasal 5 Ayat 1, pembayaran THR diberikan satu kali dalam setahun dan disesuaikan dengan Hari Raya Keagamaan masing-masing karyawan. Namun, ada kalanya karyawan mendapatkan THR tidak pada hari raya keagamaan yang dirayakan agamanya, melainkan pada hari raya keagamaan agama lain.
Biasanya, hal tersebut dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dan karyawan. Kesepakatan ini harus dituangkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Jadi, apabila ada kesepakatan antara Anda dan pengusaha bahwa THR dibayarkan bersamaan dengan hari raya keagamaan lain, mana Anda akan mendapat THR pada hari raya keagamaan yang disepakati.
THR harus diberikan paling lambat tujuh hari sebelum Idul Fitri atau hari raya keagamaan lain agar karyawan memiliki waktu yang cukup untuk menikmatinya bersama keluarga. Jika pengusaha terlambat membayar THR kepada karyawan, maka berdasarkan Permenaker No. 6/2016 Pasal 10, ia akan dikenai denda sebesar 5% dari total THR yang harus dibayar sejak berakhirnya batas waktu kewajiban pengusaha untuk membayar.
-
Hak THR untuk karyawan kontrak
THR tidak hanya berlaku pada karyawan tetap di perusahaan, karyawan kontrak pun juga berhak mendapatkannya. Sebelumnya, perlu diketahui bahwa hubungan kerja karyawan kontrak dan perusahaan atau pengusaha diatur dalam Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu (PKWT). Berdasarkan UU No. 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan, PKWT berlaku untuk pekerjaan-pekerjaan dalam kondisi berikut:
-) Sifatnya sementara atau bahkan sekali selesai;
-) Pekerjaan yang diperkirakan akan selesai dalam waktu maksimal tiga tahun;
-) Pekerjaan yang bersifat musiman; atau
-) Berhubungan kegiatan baru, produk baru, atau produk tambahan yang masih dalam proses pencobaan
Cara hitung THR untuk karyawan kontrak sebenarnya tidak jauh berbeda dari karyawan tetap. Hanya saja, perlu diperhatikan perbedaan tentang jangka waktu berakhirnya hubungan kerja antara karyawan tetap dan karyawan kontrak.
Permenaker No. 6/2016 telah mengatur hal ini, bahwa karyawan dengan sistem Perjanjian Kerja untuk Waktu Tidak Tertentu (PKWTT ??? karyawan tetap) yang terputus hubungan kerjanya terhitung sejak tiga puluh hari sebelum hari raya keagamaan, maka ia tetap berhak mendapatkan THR. Namun, apabila hubungan kerjanya berakhir lebih dari tiga puluh hari sebelum hari raya keagamaan, maka iatidak berhak mendapatkan THR.
Sementara itu, untuk karyawan dengan sistem PKWT, tidak ada kebijakan tentang batasan waktu tiga puluh hari seperti yang berlaku pada karyawan tetap. Artinya, jika misalnya hubungan kerja karyawan PKWT berakhir dalam jangka waktu yang masih terhitung tiga puluh hari sebelum hari raya keagamaan, ia tetap tidak berhak mendapatkan THR.
-
Jumlah THR yang berhak didapatkan karyawan
Besarnya jumlah THR telah diatur dalam Permenaker No. 6/2016 Pasal 3 Ayat 1 dengan ketentuan sebagai berikut:
-) Bagi karyawan yang telah mempunyai masa kerja dua belas bulan secara terus menerus atau lebih, berhak mendapatkan THR sebesar satu bulan upah.
-) Bagi karyawan yang mempunyai masa kerja satu bulan secara terus menerus tetapi kurang dari dua belas bulan, berhak mendapatkan THR secara proporsional sesuai masa kerja dengan cara hitung THR: masa kerja/12 x 1 bulan upah.
Baca juga: Aturan THR Karyawan Terbaru, Kerja 1 Bulan Bisa Dapat THR!
-
Apakah perusahaan dapat memotong THR karena karyawan punya utang pada perusahaan?
THR sebagai pendapatan karyawan bisa saja dipotong oleh pengusaha jika ia memiliki utang pada perusahaan. Hal ini diatur dalam Pasal 24 Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah. Namun, pemotongan tersebut tidak boleh melebihi 50% dari setiap pembayaran upah yang seharusnya diterima. Tujuannya adalah agar karyawan yang bersangkutan tetap dapat merayakan hari raya keagamaannya. Selain itu, perlu ditekankan pula bahwa cicilan utang karyawan ke perusahaan harus ada bukti tertulisnya.
-
Sanksi tentang THR karyawan
Jika perusahaan telat membayar THR, maka menurut Permenaker No. 6/2016 Pasal 10, perusahaan akan dikenai denda sebesar 5% dari total THR yang harus dibayar sejak berakhirnya batas waktu kewajiban perusahaan untuk membayar.
Lalu, berdasarkan Pasal 17 UU No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja, perusahaan yang melanggar ketentuan pembayaran dan penghitungan THR akan diancam dengan hukuman, baik hukuman pidana kurungan maupun denda. Perusahaan juga akan dikenakan beberapa sanksi administratif.
Apabila perusahaan tidak memberikan THR atau cara hitung THR tidak sesuai ketentuan, karyawan berhak mengadukan masalah tersebut kepada Dinas Tenaga Kerja Setempat atau mengajukan gugatan perselisihan hak ke Pengadilan Hubungan Industrial di provinsi setempat. Perselisihan hak adalah jenis perselisihan yang timbul akibat tidak dipenuhinya hak karyawan karena adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja sama.
THR adalah salah satu hak karyawan yang wajib dipenuhi oleh perusahaan. Dengan mempelajari panduan dan cara hitung THR di atas, semoga Anda bisa memberikan THR dengan jumlah yang sesuai kepada karyawan. Tak perlu bingung melakukan penghitungan THR karyawan karena kini Anda bisa melakukannya secara lebih mudah menggunakan Sleekr co, software HR berbasis cloud yang dapat membantu mempermudah pekerjaan administratif HR. Coba gratis Sleekr sekarang juga dan selamat merayakan hari raya keagamaan