![\"Cara](\"https:\/\/sleekr.co\/wp-content\/uploads\/2019\/06\/shutterstock_797068366-min.jpg\")
Perusahaan dengan jumlah karyawan yang tidak sedikit tentu memiliki banyak pekerjaan yang harus dilakukan. Alokasi jumlah karyawan untuk setiap pos pekerjaan telah direncanakan dengan baik sehingga menjadi efektif. Namun ada kalanya perusahaan memerlukan tenaga tambahan lain di luar pekerjaan yang berkaitan langsung dengan perusahaan yakni dengan outsourcing<\/i>. Jika penggajian untuk karyawan tetap sudah jelas, bagaimana gaji karyawan outsourcing<\/i> dihitung?<\/p>\n
Sebelumnya, perlu dipahami bahwa sistem kerja outsourcing<\/i> adalah sistem kerja dengan melibatkan pihak ketiga. Posisi perusahaan di sini adalah sebagai pengguna jasa, yang berhubungan langsung dengan penyedia jasa. Penyedia jasa yang dimaksud bukan buruh secara langsung, namun lembaga penyalur tenaga <\/b>outsourcing<\/i><\/b><\/a>.<\/p>\n Jadi prakteknya, hubungan yang terjadi adalah perusahaan dengan lembaga penyalur tenaga outsourcing<\/i> tersebut. Bukan hubungan perusahaan dengan karyawan seperti pada umumnya. Karena tidak memiliki kaitan langsung, maka kemudian pekerjaan yang dikerjakan oleh tenaga outsourcing<\/i> juga bukan pekerjaan strategis atau yang berhubungan langsung dengan produksi perusahaan.<\/p>\n Biasanya tenaga ini digunakan untuk pos kerja seperti kebersihan, keamanan, transportasi, dan pekerjaan umum lainnya. Pertimbangannya tentu karena kontrak yang dibuat tidak dimaksudkan dalam jangka waktu panjang, sehingga tidak terjadi ketergantungan pada tenaga yang digunakan secara personal. Semata hubungan kerja yang terjalin adalah antara user <\/i>dan penyedia layanan saja.<\/p>\n Lalu bagaimana gaji karyawan outsourcing<\/i> dihitung? Adakah formula baku yang digunakan seperti pada penghitungan gaji karyawan tetap atau kontrak? Bagaimana mengenai asuransi ketenagakerjaan dan pajak penghasilannya? Bukankah menjadi hak setiap pekerja untuk mendapatkan jaminan sosial?<\/p>\n Alur yang terjadi menjadi begini, lembaga penyedia tenaga outsourcing<\/i> akan terlebih dahulu membuat kesepakatan dengan SDM yang dimilikinya. Setelah mendapat kata sepakat, kemudian upah ini disampaikan pada user<\/i> atau perusahaan pengguna. Namun yang disampaikan tidak sejumlah 100% dari upah yang didiskusikan, melainkan lebih besar. Untuk besaran upahnya sendiri biasanya akan mengacu pada peraturan tentang UMR daerah masing-masing.<\/li>\n Hal seperti ini memang wajar saja terjadi. Bukan karena kecurangan atau pembengkakan biaya, namun lebih kepada pemenuhan kewajiban dan hak dari tenaga outsourcing<\/i> yang digunakan. Upah yang disepakati oleh SDM outsourcing<\/i> dan lembaga penyedia tenaga outsourcing <\/i>merupakan upah bersih yang diterimakan secara, idealnya, penuh.<\/p>\n Kelebihan dana yang dibayarkan oleh user<\/i> digunakan untuk membayar iuran wajib guna memenuhi jaminan sosial dari SDM outsourcing<\/i> sendiri, seperti misalnya BPJS Ketenagakerjaan, BPJS Kesehatan, serta operasional lembaga penyedia tenaga outsourcing <\/i>dalam rangka penyediaan kesempatan kerja untuk SDM tersebut.<\/p>\n Selain itu, selisih upah yang dibayarkan juga akan dialokasikan untuk Tunjangan Hari Raya<\/a>. Jika kemudian lembaga penyedia tenaga outsourcing <\/i>juga menyediakan fasilitas kesejahteraan lain, maka iuran yang diperlukan akan diambil dari kelebihan bayar ini. Lebih bayar yang dianggarkan oleh lembaga penyedia tenaga outsourcing <\/i>ditujukan agar SDM outsourcing dapat <\/i>menerima upah tanpa dikenai potongan lagi.<\/li>\n Namun demikian tentu semua kembali pada kesepakatan yang dibuat antara tenaga outsourcing<\/i> dan lembaga penyedia tenaga outsourcing<\/i>, dan user<\/i> dengan lembaga penyedia tenaga outsourcing. <\/i>Mulai dari besaran gaj, fasilitas yang diberikan, cara pembayaran dan sebagainya, semua tercantum dalam kontrak kerja.<\/li>\n<\/ol>\n Saran untuk perusahaan sebagai user<\/i>, upayakan untuk mencari lembaga penyedia tenaga outsourcing<\/i> yang telah jelas rekam jejaknya. Selain demi keamanan transaksi, lembaga penyedia tenaga outsourcing<\/i> dengan rekam jejak jelas memungkinkan perusahaan untuk bisa mendapatkan apa yang diperlukannya tanpa masalah yang berkaitan dengan hukum.<\/p>\n Penghitungan gaji karyawan outsourcing <\/i>kemudian dapat juga menggunakan bantuan dari layanan HR terpadu seperti Sleekr (Talenta)<\/b><\/a>. Dengan integrasi data setiap karyawan, perusahaan memiliki informasi lengkap atas jabatan, status, serta besaran gaji yang harus diberikan. Segera gunakan<\/strong> Talenta <\/b><\/a>dan selesaikan berbagai transaksi terkait administrasi karyawan hanya dengan satu kali klik!<\/p>\n <\/span><\/p>\n","protected":false},"author":17,"menu_order":0,"template":"","categories":[2042],"tags":[],"acf":{"cover_blog":false,"lc_button_label":"","lc_no":"","lc_desc":""},"yoast_head":"\n\n
Acuan yang Digunakan<\/b><\/h1>\n
![\"Kewajiban](\"https:\/\/sleekr.co\/wp-content\/uploads\/2019\/05\/shutterstock_561913474-min.jpg\")
Jika menilik pada aturan baku yang digunakan, sebenarnya perihal gaji untuk karyawan<\/b><\/a> outsourcing<\/i> akan ditentukan berdasarkan Pasal 1 Ayat 30 UU Nomor 13 Tahun 2003<\/strong>. Regulasi ini menyebutkan bahwa upah atau gaji dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha kepada karyawan yang ditetapkan dan dibayar sesuai perjanjian kerja, kesepakatan atau peraturan perundang-undangan.<\/p>\nPenghasilan yang Dipotong<\/b><\/h1>\n
![\"Pengertian,](\"https:\/\/sleekr.co\/wp-content\/uploads\/2019\/05\/shutterstock_425790883-min.jpg\")
Pada banyak kasus, terjadi kesalahpahaman dimana tenaga outsourcing<\/i> menganggap dilakukannya kecurangan pada bagian upah atau gaji yang diterima. Katakanlah upah yang disepakati dengan penyedia tenaga adalah sebesar Rp3.000.000. Namun pada kenyataanya, yang dibayarkan oleh user<\/i> nilainya lebih dari itu (nilai wajar yang digunakan adalah 1,8x). Apakah ini berarti ada kecurangan yang terjadi?<\/p>\nPerhatian Kontrak & Kesepakatan Kerja<\/b><\/h1>\n
![\"Cara](\"https:\/\/sleekr.co\/wp-content\/uploads\/2019\/06\/shutterstock_407664883-min.jpg\")
Idealnya setiap pihak yang menandatangani kontrak<\/b><\/a> sebagai bentuk persetujuan tentu dianggap telah memahami betul isi kontrak dan setiap ketentuannya. Sebagai user<\/i>, perusahaan sebaiknya juga meminta transparansi alur dana yang diberikan sehingga setiap pihak bisa mendapatkan informasi yang gamblang.<\/p>\n