Perkembangan bisnis online di Indonesia mulai berkembang pesat sejak memasuki tahun 2000-an. Hal ini tidak terlepas dari jumlah pengguna internet yang terus meningkat. Survei Asosiasi Penyelenggara Jaringan Internet Indonesia pada 2016 bahkan menunjukkan ada lebih dari setengah penduduk Indonesia yang terhubung dengan internet. Hal ini pula ternyata berpengaruh pada pajak bisnis online di Indonesia.
Fenomena tersebut tidaklah mengherankan mengingat kemudahan dan efisiensi yang ditawarkan oleh bisnis online. Bahkan menurut data yang dirilis oleh Menkominfo, sepanjang tahun 2016 lalu, nilai transaksi online di Indonesia mencapai angka US$ 4,89 miliar atau sekitar Rp 68 triliun. Potensi pajaknya cukup besar untuk dipungut, yakni diperkirakan mencapai Rp 20 triliun. Bisa dibayangkan, bukan, dana sebesar itu dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembangunan nasional bangsa.
Itulah mengapa pemerintah kini sedang melakukan formulasi pungutan pajak untuk bisnis online atau e-commerce. Sampai kini, formulasi tersebut memang belum menghasilkan keputusan pasti. Namun, bagi Anda yang melangsungkan bisnis online, berikut beberapa hal yang sejauh ini perlu Anda ketahui tentang pajak bisnis online.
Sebagai pebisnis online, Anda wajib membekali diri dengan informasi tentang pajak bisnis online. (Source: Photo Mix ??? Pexels)
-
Ada 2 Jenis yang Dipungut dari Bisnis Online
Dalam bisnis online, ada dua jenis pajak yang diberlakukan, yaitu Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh). PPh adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun pajak. Penghasilan ini dapat berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan sebagainya. Sedangkan, PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi barang kena pajak atau jasa kena pajak di Indonesia. Tarif PPN bersifat tunggal, yakni sebesar 10% yang dibebankan kepada konsumen.
Baca juga: Ternyata Ini Perbedaan Antara PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 23!
-
Skema yang Berbeda dari Pajak Bisnis Online Sebelumnya
Sebenarnya, selama ini para pengusaha bisnis online sudah membayar pajak. Pasalnya, jika menurut aturan yang berlaku, orang yang memiliki kegiatan usaha pasti ada objek pajaknya. Namun, sampai saat ini, para pengusaha bisnis online masih melakukan pembayaran pajak dengan skema self-assessment, yakni sistem pemungutan pajak yang memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak (WP) untuk menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang seharusnya terutang berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Jadi, selama ini, pengusaha bisnis online melaporkan jumlah labanya melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh. Masalahnya, dengan sistem self-assessment ini, masih banyak pengusaha bisnis online yang tidak mau melapor. Maka dari itu, pemerintah pun menggodok aturan baru terkait pajak bisnis online ini.
Ada 2 jenis pajak yang berlaku dalam bisnis online, yaitu Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan. (Source: Negative Space ??? Pexels)
-
Melibatkan Orang Ketiga
Pada dasarnya, skema baru yang akan diterapkan pada pajak bisnis online masih berbasis self-assessment. Hanya saja, nantinya pemerintah akan memakai pihak ketiga. Nah, pihak ketiga inilah yang akan ditunjuk untuk memungut atau memotong PPh dan PPN dari pelaku bisnis online. Dengan begitu, proses pengenaan pajak bisa berlangsung secara lebih mudah.
Lalu, masih ada pembayaran lain berdasarkan siklus hak dan kewajiban WP. Pembayaran ini dilakukan secara bulanan??dengan mekanisme pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga. Hal ini terlepas dari pembayaran bulanan yang dilakukan sendiri. Dalam mekanisme ini, pihak ketiga ditunjuk berdasarkan ketentuan perpajakan untuk memotong atau memungut pajak dan menyetorkan ke kas negara.
-
Mekanisme Khusus untuk Bisnis Online dengan Omzet di Bawah Rp 4,8 Miliar
Lalu, bagaimana dengan pengusaha bisnis online yang omzetnya di bawah Rp 4,8 miliar, mengingat mereka termasuk dalam non Pengusaha Kena Pajak (PKP)? Tenang saja, pemerintah juga akan mengatur mekanisme pemungutan PPh dan PPN untuk omzet bisnis online yang ada di bawah Rp 4,8 miliar. Meski begitu, hingga artikel ini ditulis, belum ada ketentuan pasti tentang mekanisme pemungutan yang dimaksud tersebut. Yang pasti, pemerintah menegaskan bahwa tidak ada perbedaan perlakuan perpajakan antara transaksi e-commerce dan transaksi perdagangan dan/atau jasa lainnya.
Baca juga: 4 Strategi Pajak demi Kelangsungan Finansial Bisnis UKM Anda
Semoga pemerintah bisa segera merumuskan kebijakan tetap yang adil terkait pemungutan pajak bisnis online. Dengan begitu, para pelaku pengusaha bisnis online bisa menjalankan bisnis mereka sesuai dengan perundang-undangan perpajakan yang berlaku di Indonesia. Agar nantinya pembayaran pajak bisa berjalan lancar, gunakan??software??Sleekr Accounting.??Yuk,??coba demonya secara gratis di sini!